""Chairul Tanjung Si Anak Singkong""
Chairul Tanjung dikenal sebagai pengusaha yang agresif, ekspansi usahanya merambah segala bidang, mulai perbankan dengan bendera Bank Mega Group, pertelivisian Trans TV dan Trans 7, hotel dengan bendera The Trans, di bidang supermarket, CT (panggilan akrab Chairul Tanjung) mengakuisisi Carrefour, pesawat terbang, hingga bisnis hiburan TRANS STUDIO, dan bisnis lainnya.
Riwayat kehidupan CT kecil bisa dikatakan terlahir dari keluarga cukup berada kala itu. Dia mempunyai enam saudara kandung. A.G. Tanjung, ayahnya, adalah mantan wartawan pada era Orde Lama dan pernah menerbitkan surat kabar dengan oplah kecil. Namun, ketika terjadi pergantian era pemerintahan, usaha ayahnya itu tutup karena ayahnya mempunyai pemikiran yang berseberangan dengan penguasa politik saat itu. Keadaan tersebut memaksa kedua orang tuanya menjual rumah dan harus rela menjalani hidup seadanya. Mereka pun kemudian menyewa sebuah losmen dengan kamar-kamar yang sempit.
Kondisi ekonomi keluarganya yang sulit membuat orang tuanya tidak sanggup membayar uang kuliah Chairul yang waktu itu hanya sebesar Rp75.000. "Tahun 1981 saya diterima kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (UI). Uang masuk ini dan itu total Rp75.000. Tanpa saya ketahui, secara diam-diam ibu menggadaikan kain halusnya ke pegadaian untuk membayar uang kuliah," katanya lirih. Melihat pengorbanan sang ibu, ia lalu berjanji tidak ingin terus-menerus menjadi beban orang tua. Sejak saat itu, ia tidak akan meminta uang lagi kepada orang tuanya. Ia bertekad akan mencari akal bagaimana caranya bisa membiayai hidup dan kuliah.
CT pria kelahiran Jakarta, 18 Juni 1962 pada awalnya memulai bisnis kecil-kecilan. Dia bekerjasama dengan pemilik mesin fotokopi, dan meletakkannya di tempat strategis yaitu di bawah tangga kampus. Mulai dari berjualan buku kuliah stensilan, kaos, sepatu, dan aneka barang lain di kampus dan kepada teman-temannya. Dari modal usaha itu, ia berhasil membuka sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di daerah Senen Raya, Jakarta. Sayang, karena sifat sosialnya - yang sering memberi fasilitas kepada rekan kuliah, serta sering menraktir teman - usaha itu bangkrut.
Memang terbilang terjal jalan yang harus ditempuh Chairul Tanjung sebelum menjadi orang sukses seperti sekarang ini. Kepiawaiannya membangun jaringan bisnis telah memuluskan perjalanan bisnisnya. Salah satu kunci sukses dia adalah tidak tanggung-tanggung dalam melangkah. Menurut penuturan Chairul, gedung tua Fakultas Kedokteran UI dulu belum menggunakan lift. Dari lantai satu hingga lantai empat masih menggunakan tangga. Lewat ruang kosong di bawah tangga ini, Chairul muda melihat peluang yang bisa dimanfaatkannya untuk menghasilkan uang.
"Nah, kebetulan ada ruang kosong di bawah tangga. Saya lalu berpikir untuk bisa memanfaatkannya sebagai tempat fotokopi. Tapi, masalahnya, saya tidak mempunyai mesin fotokopi. Uang untuk membeli mesin fotokopi pun tidak ada," tuturnya. Dia pun lantas mencari akal dengan mengundang penyandang dana untuk menyediakan mesin fotokopi dan membayar sewa tempat. Waktu itu ia hanya mendapat upah dari usaha foto kopi sebesar Rp2,5 per lembar. "Sedikit ya. Tapi, karena itu daerah kampus, dalam hal ini mahasiswa banyak yang fotokopi, maka jadilah keuntungan saya lumayan besar," katanya sambil melempar senyum.
Tidak hanya sampai di situ, ia pun terus berusaha mengasah kemampuannya dalam berbisnis. Usaha lain, seperti usaha stiker, pembuatan kaos, buku kuliah stensilan, hingga penjualan buku bekas dicobanya. Usai menyelesaikan kuliah, Chairul memberanikan diri menyewa kios di daerah Senen, Jakarta Pusat, dengan harga sewa Rp1 juta per tahun. Kios kecil itu dimanfaatkannya untuk membuka CV yang bergerak di bidang penjualan alat-alat kedokteran gigi. Sayang, usaha tersebut tidak berlangsung lama karena kios tempat usahanya lebih sering dijadikan tempat berkumpul teman-temannya sesama aktivis. "Yang nongkrong lebih banyak ketimbang yang beli," kata mahasiswa teladan tingkat nasional 1984-1985 ini.
Selang berapa tahun, ia mencoba bangkit dan melangkah lagi dengan menggandeng dua temannya mendirikan PT Pariarti Shindutama yang memproduksi sepatu. Ia mendapatkan kredit ringan dari Bank Exim sebesar Rp150 juta. Kepiawaiannya membangun jaringan bisnis membuat sepatu produksinya mendapat pesanan sebanyak 160.000 pasang dari pengusaha Italia.
Bisnisnya terus berkembang. Ia mulai mencoba merambah ke industri genting, sandal, dan properti. Namun, di tengah usahanya yang sedang merambat naik, tiba-tiba dia terbentur perbedaan visi dengan kedua rekannya. Ia pun memutuskan memilih mundur dan menjalankan sendiri usahanya. Memang tidak jaminan, seseorang yang berkarier sesuai dengan latar belakang pendidikannya akan sukses. Kenyataannya tidak sedikit yang berhasil justru setelah mereka keluar dari jalur.
"Modal dalam usaha memang penting, tapi mendapatkan mitra kerja yang andal adalah segalanya. Membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas dalam menjalankan bisnis," ujar Chairul Tanjung yang lebih memilih menjadi seorang pengusaha ketimbang seorang dokter gigi biasa. Dan pilihannya untuk menjadi pengusaha menempatkan CT sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan mencapai 450 juta dolar AS. Sebuah prestasi yang mungkin tak pernah dibayangkannya saat memulai usaha kecil-kecilan, demi mendapat biaya kuliah, ketika masih kuliah di UI dulu.
Hal itulah yang barangkali membuat Chairul Tanjung selalu tampil apa adanya, tanpa kesan ingin memamerkan kesuksesannya. Selain itu, rupanya ia pun tak lupa pada masa lalunya. Karenanya, ia pun kini getol menjalankan berbagai kegiatan sosial. Mulai dari PMI, Komite Kemanusiaan Indonesia, anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia dan sebagainya. "Kini waktu saya lebih dari 50% saya curahkan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan," ungkapnya.
Kini Grup Para mempunyai kerajaan bisnis yang mengandalkan pada tiga bisnis inti. Pertama jasa keuangan seperti Bank Mega, Asuransi Umum Mega, Aanya yaitu bisnis televisi, TransTV. Pada bisnis pertelevisian ini, ia juga dikenal berhasil mengakuisisi televisi yang nyaris bangkrut TV7, dan kini berhasil mengubahnya jadi Trans7 yang juga cukup sukses. Langkah ekspansi selanjutnya adalah mendirikan perusahaan patungan dengan mantan wapres Jusuf Kalla membentuk taman wisata terbesar "TRANS STUDIO" di Makassar, untuk menyaingi keberadaan Universal Studio yang ada di Singapura. Taman hiburan dalam ruangan terbesar di Indonesia inipun sekarang telah merambah kota Bandung, dan sebentar lagi kota-kota besar di Indonesia lainnya.
Chairul merupakan salah satu dari tujuh orang kaya dunia asal Indonesia. Dia juga satu-satunya pengusaha pribumi yang masuk jajaran orang tajir sedunia. Enam wakil Indonesia lainnya adalah Michael Hartono, Budi Hartono, Martua Sitorus, Peter Sondakh, Sukanto Tanoto dan Low Tuck Kwong. Berkat kesuksesannya itu Majalah Warta Ekonomi menganugerahi Pria Berdarah Minang/Padang sebagai salah seorang tokoh bisnis paling berpengaruh di tahun 2005 dan Dinobatkan sebagai salah satu orang terkaya di dunia tahun 2010 versi majalah Forbes dengan total kekayaan $1 Miliar.