Meraih Surga dengan Sabar dan Syukur
الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ يَقْضِيْ
بِالْحَقِّ وَالْعَدْلِ وَيَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ ،
يُقَدِّرُ اْلأُمُوْرَ بِحِكْمَةٍ ، وَيَحْكُمُ بِالشَّرَائِعِ لِحِكْمَةٍ
وَهُوَالْحَكِيْمُ اْلعَلِيْمُ ، أَرْسَلَ الرُّسُلَ مُبَشِّرِيْنَ
وَمُنْذِرِيْنَ، وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ اْلكِتَابَ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ
فِيْمَااخْتَلَفُوْافِيْهِ ، وَلِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَيُؤْتُوْا كُلَّ
ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ مِنْ غَيْرِغُلُوٍّوَلاَتَقْصِيْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَمَ تَسْليمًا
Segala
puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kenikmatan
yang tak terhingga untuk kita semua, semenjak kita lahir sampai saat sekarang
ini nikmat Allah tidak ada henti-hentinya Dia berikan kepada kita.
Di
antara nikmat Allah yang paling besar yang harus kita syukuri adalah nikmat
Islam dan iman. Keislaman dan keimanan adalah sebesar-besarnya jalan yang
mengantarkan seseorang berbahagia hidup di dunia terlebih lagi di akhirat.
Berbeda dengan orang-orang kafir, orang yang ingkar kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka
terancam dengan kekal di adzab di neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ،
لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ، يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ،
ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ؛ إِلَّا كَانَ مِنْ
أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi
Allah, tidaklah seorang pun dari umat ini, entah itu Yahudi atau Nasrani, yang
mendengar tentang diriku, lalu ia mati dalam keadaan belum beriman dengan
risalahku, melainkan ia akan menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Oleh
karena itu kita ucapkan puji dan syukur kepada Allah yang telah melahirkan kita
dari orang tua yang muslim, sehingga kita pun menjadi seorang muslim dan tumbuh
di lingkungan orang-orang Islam. Hal yang tidak dinikmati oleh bayi-bayi yang
lahir dari orang-orang kafir sehingga mereka tumbuh menjadi orang ingkar kepada
Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian
shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, serta pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Kehidupan
ini tidak terlepas dari cobaan dan ujian. Tidak ada seorang pun yang terlahir
ke dunia tanpa mengalami ujian sedikit pun. Seseorang yang kaya dan berharta,
ia Allah uji dengan kekayaannya, apakah ia bersyukur atau malah kufur.
Seseorang yang hidup dalam keadaan kurang, maka tidak diragukan lagi ini adalah
cobaan kehidupan. Allah uji orang tersebut apakah ia bersabar atau malah
menempuh cara-cara yang Allah haramkan demi terbebas dari kemiskinan.
Siapa
yang bersedih mencela takdir karena kehilangan anggota keluarganya? Beliau
kehilngan ayah beliau ketika di dalam kandungan ibunya, ditinggal wafat ibunya
ketika beliau berusia 6 tahun, kemudian kakek dan pamannya pun wafat
meninggalkan beliau. Beliau juga ditinggal wafat dua orang istri beliau di masa
hidupnya, beliau menyaksikan anak-anaknya wafat terlebih dahulu meninggalkan
beliau, namun beliau adalah hamba Allah yang bersabar.
Namun
terkadang karena kelemahan iman, sering mendengar ada orang-orang yang
mengatakan “Ah, beliau kan Nabi dan Rasul Allah yang dibimbing oleh wahyu, jadi
wajar beliau bersabar.” Kalimat ini hakikatnya tidak patut diucapkan bagi
orang-orang yang beriman kepada beliau. Buktinya ada orang-orang yang shalih
yang mereka bukan Rasul dan bukan pula Nabi, namun mereka bersabar ketika
ditimpa musibah.
Kaum muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah.
Pada
kesempatan kali ini, kita akan membawakan sebuah kisah seseorang yang memenuhi
hidupnya dengan kesabaran ketika ditimpa musibah dan bersyukur di saat lapang.
Cerita ini dikisahkan oleh Abdullah bin Muhammad dan diriwayatkan oleh Imam
Ibnu Majah dalam Kitab ats-Tsiqat. Abdullah bin Muhammad menuturkan:
Suatu
hari ketika aku menjaga di daerah perbatasan Aris di wilayah Mesir, aku melihat
sebuah kemah yang sempit di padang pasir yang terik. Lalu aku pun mendekati
kemah tersebut. Aku melihat ada seorang laki-laki yang kedua tangannya buntung,
kedua kakinya pun tiada, ditambah telinga yang sudah tuli dan mata yang telah
rabun. Namun aku mendengar ia mengatakan
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ
نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَأَنْ فَضَّلْتَنِي عَلَى كَثِيْرِ
مِمَّنْ خَلَقْتَ تَفْضِيْلًا
“Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan
kepadaku dan bersyukur atas kemuliaan yang Engkau berikan kepadaku atas
hamba-hamba-Mu yang lain.”
Maka
aku pun heran dengan apa yang ia katakan. Lalu aku mendekatinya dan aku
tanyakan “Wahai saudaraku atas nikmat Allah yang mana engkau bersyukur?” Ia
mengatakan, “Diamlah! Kalau sekiranya Allah datangkan lautan niscaya laut
tersebut akan menenggelamkanku, atau ia datang api yang menggunung tentulah api
tersebut akan membakar tubuhku, atau ia jatuhkan langit pastilah langit itu
menghancurkanku. Tapi aku akan senantiasa bersyukur kepada-Nya.” Aku katakana,
“Bersyukur atas apa?” Ia menjawab “Dia telah menganugerhkanku lisan, yang
senantiasa mengingat dan bersyukur kepada-Nya.”
Lalu
ia melanjutkan, “Saudaraku, aku memiliki seorang anak yang biasa menyuapiku
ketika aku hendak makan dan mengantarkan aku untuk beribadah. Namun tiga hari
ini aku kehilangannya. Tolong carikan ia untukku.” Aku pun mencarikan anaknya,
ternyata sang anak diterkam oleh hewan buas. Aku merasa bingung, kalimat apa
yang akan aku sampaikan sementara keadaannya sekarang saja sangat
memprihatinkan.
Lalu
ia bertanya, “Saudaraku, katakanlah dimana anakku! Aku sangat lapar.” Aku
katakan, “Berharaplah pahala dari Allah atas musibah yang menimpamu, anakmu
dimangsa hewan buas.” Lalu ia mengucapkan, “Alhamdullah, segala puji bagi Allah
yang telah menganugerahkanku keturunan yang tidak bermaksiat kepada-Nya
sehingga ia tidak diadzab di neraka.” Lalu ia tersendak dan wafat.
Melihat
keadaan demikian, aku pun sempat merasakan kebingungan. Bagaimana harus
memandikan, mengafani, dan menguburkannya seorang diri. Tak lama setelah itu,
datanglah empat orang penunggang kuda menghampiriku. Mereka bertanya, “Wahai
saudara, apa yang menimpamu?” Aku menjawab, “Aku bersama seseorang dan ia telah
wafat.” Lalu mereka meminta jasad yang telah kututupi itu dibukakan wajahnya,
bisa jadi mereka mengenal jasad tersebut.
Sontak
ketika melihat wajah jenazah tersebut mereka berteriak “Subhanallah!! Ini
adalah mata yang senantiasa menangis karena Allah, wajah yang tertunduk karena
takut kepada Allah, dan tangan yang senantiasa digunakan berdoa kepada Allah.”
Aku pun bertanya, “Wahai saudaraku, apakah kalian mengenalnya?” Mereka
menjawab, Ia adalah Abu Qilabah sahabat dari Abdullah bin Abbas (sepupu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam).
Akhirnya
kami mandikan, kafankan, dan kami kuburkan ia. Keempat penunggang kuda itu pun
melanjutkan perjalanan dan aku kembali berjaga-jaga di daerah perbatasan.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي
وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ
اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah Kedua
إِنّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ
مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا
كَثِيْرًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Kaum
muslimin rahimakumullah
Kisah
Abu Qilabah tidak hanya usai sampai disitu saja. Ia adalah seorang yang
bersabar dengan musibahnya dan senantiasa bersyukur kepada Allah dengan
lisannya. Lalu apa buah dari amala agungnya ini. Abdullah bin Muhammad kembali
menuturkan kisahnya:
Di
malam hari aku pun bermimpi di tengah lelapnya tidurku. Aku melihat seorang
laki-laki mengenakan sutera hijau yang indah, berjalan dengan penuh wibawa, di
sebuah taman (yang dalam mimpiku) surga. Laki-laki itu mengulang-ulang ayat
سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ
فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“Keselamatan
atas kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS.
Ar-Ra’du: 24)
Aku
menghampirinya dan bertanya, “Wahai saudaraku, bukankah Anda adalah orang yang
kemarin kami makamkan?” “Iya” Jawabnya. “Apa yang membuatmu mencapai derajat
yang mulia ini?” Tanyaku lagi. Ia menjawab, “Sesungguhnya di surga itu ada sebauh derajat, yang tidak
akan diperoleh kecuali dengan bersabar ketika ditimpa musibah dan bersyukur di
kala lapang.”
Demikianlah
buah kesabaran, seseorang mencapai derajat yang tinggi lagi mulia di dunia dan
akhirat. Bisa jadi di dunia orang yang sabar itu terlihat hina di mata orang
lain, namun ia tetap mulia di sisi Allah dalam kehidupan dunianya. Jangan
sampai kita bersyukur kepada Allah tatkala lapang dan mencela serta protes
tatkala ditimpakan kesempitan.
Kita
memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan kita hamba yang
senantiasa bersyukur kepadanya di kala lapang dan bersabar saat mendapatkan
kesempitan.
Allahumma
Shalli Alaa Sayyidina Muhammad Wa alihi Washahbihi Wasallim
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا
غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن
لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ
عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا
أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمِينَ.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ