"SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN"
Setiap kali kita membicarakan
sejarah eksistensi pondok Pesantren, seringkali diidentikan dengan sejarah
masuknya Islām di Indonesia. Menurut Noor (2006: 11), ketika para pedagang
muslim dari Gujarat sampai ke negeri kita, mereka menjumpai lembaga-lembaga
keagamaan mengajarkan agama Hindu. Menurut Maksum (1999: 10) setelah Islām tersebar luas
di Nusantara ini, bentuk lembaga pendidikan keagamaan itu tetap berkembang dan
isinya diubah dengan pengajaran agama Islām, yang kemudian disebut Pesantren. Pondok Pesantren pada masa
penjajahan, mengalami tekanan amat berat. Hal ini terjadi karena pondok Pesantren
memberikan pengajaran kepada para santrinya tentang cinta tanah air (ḥubb al-waṭan) serta menanamkan
sikap patriotik. Walaupun pada dasarnya hanya merupakan lembaga pendidikan
keagamaan, namun lembaga ini mengutamakan pembinaan mental spiritual para
santrinya. Inilah yang menjadi kekhawatiran para penjajah. Para penjajah
memahami benar kekuatan spiritual para kyai dan santri, bersumber dari kitab
suci Al-Qur`ān yang banyak dipelajari di Pesantren-Pesantren.
Mokhtar Maksum (Noor, 2006: 18) mengatakan bahwa pondok Pesantren
di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad 16.
Karya-karya jawa klasik seperti; serat Cabolek dan serat Centini mengungkapkan,
sejak permulaan abad ke-16 ini di Indonesia telah banyak dijumpai
lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islām klasik dalam bidang
fiqih, aqīdaħ, tasāwuf dan
menjadi pusat-pusat penyiaran Islām yaitu pondok Pesantren.
Pondok Pesantren dengan
kharisma kyai sebagai figur sentral, senantiasa diperhitungkan
keberadaannya oleh pihak penguasa, dari mulai penjajahan kolonial Belanda
hingga bangsa ini merdeka. Terutama oleh pihak penguasa dan para elit politik
negeri ini. Sehingga, tak sedikit pondok Pesantren yang disanjung, diberikan bantuan
dana oleh pihak-pihak tersebut, untuk kepentingan politik, memobilisasi massa,
termasuk keberhasilan program pembangunan yang dicanangkan oleh penguasa pada
saat itu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pondok Pesantren yang loyal
dengan penguasa, dengan yang kurang atau tidak loyal sama sekali. Akhirnya, muncul
kecemburuan sosial di antara pondok Pesantren yang satu dengan pondok Pesantren
yang lainnya.