"""Ketika Cinta Datang Menghampiriku""""
Dear diary,
Subhanallah, ciptaanMu membuatku terpana. Akhlaknya sungguh mulia. Tak ada sedikit pun yang kurang pada dirinya. Makhluk yang engkau ciptakan tak ada yang sempurna. Tapi, dia begitu sempurna bagi hamba. Setiap gerak-geriknya selalu terekam dan memenuhi memori otakku. Ketika namanya disebut, darah ini seakan berhenti mengalir dan jantung ini tak kuasa berdegup kencang. Mengapa rasa ini ada pada diri hamba? Apakah aku ini jatuh hati padanya? Atau hanya perasaanku saja. Entahlah, aku tak tahu. Biar rasa ini kusimpan dalam hati dan mengalir seiring dengan bergulirnya waktu.
Secara sembunyi-sembunyi, aku mencari informasi tentang dia. Sebut saja namanya Hafiz. Lebih lengkapnya Moh. Hafiz Syazwan. Nama yang sangat indah tapi tak kalah indah dibanding pemiliknya..
Kurang lebih 2 tahun aku mengenalnya. Dia orang yang selama ini kukagumi. Tapi tak ada yang mengetahui hal itu. Dia adalah kakak kelasku. Dia sangat popular di kalangan siswa. Karena dia adalah siswa yang selalu ditunjuk untuk mengikuti olimpiade baik tingkat nasional maupun internasional. Itulah mengapa ku kagum pada sosoknya.
Ya Rabbi… dekatkanlah hamba dengannya.
Semoga kau tak bosan menerima curhatan-curhatanku.
Buku diary kututup pelan-pelan. Dengan menuliskan semua curhatanku di buku ini, aku puas mengungkapkan semuanya. Jadi, buku ini menjadi saksi bisu atas perjalanan hidupku. Lebih tepatnya tentang asmaraku. Kini, Perasaanku lebih lega dari pada sebelumnya.
Bulan dan para bintang biasanya menghiasi langit yang gelap gulita. Tapi, malam ini mereka mungkin lagi bermusuhan sehingga tak ingin bersama. Mendung kembali menyapa langit. Orang-orang telah terlelap dan memasuki alam yang berbeda (alam mimpi). Aku termenung sendirian di sudut ranjang sembari membuka buku pelajaran bahasa Matematika. Mataku mengarah pada buku, tapi fikiranku entah berada dimana, mungkin sedang berkelana di luar sana. Fikiranku hanya tertuju pada satu fokus yaitu hafiz. Hafiz hafiz dan hafiz. Moh. Tepatnya dia adalah cowok yang kukagumi. Aku sudah berusaha untuk memejamkan mata, tapi aku tak bisa memejamkannya. Aku tak bisa tidur untuk saat ini.
Waktu menunjukkan pukul 02.00 pagi, tiba-tiba rasa kantuk pun menyerangku. Tanpa kusadari, akhirnya aku pun terlelap dalam kedamaian.
Bunyi alarm mengagetkanku. Mataku tertuju pada handphone, aku langsung terbangun. Langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan badan. Antrian tak membuat niatanku surut untuk kembali dan merebahkan tubuh di kamar. Aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Selama 2 tahun aku belajar untuk beradaptasi dan bisa beradaptasi dengan lingkungan pondok, padahal sebelumnya aku belum bisa menerima keadaan dan hidup mandiri.
Suara indah mengalun lembut menggema di seluruh ruangan. Suara khas pengurus devisi ubuddiyah yang menandakan jama’ah akan segera dimulai. Secepat mungkin langkahku menuju ke arah masjid. Para santriwan dan santriwati tak kalah cepat dariku. Sosok yang tak asing lewat di hadapanku, pandanganku langsung mengarah padanya. Dia berbalut taqwa putih dengan peci berwarna putih dan tak lupa pula dengan sarungnya. Jika melihat wajahnya sungguh sangat tenteram hati ini. Sejenak aku diam dan terus memandangi dia.
“Hey! Jangan melamun”. Tiba-tiba suara cewek membuyarkan lamunanku.
“Siapa juga yang melamun. Aku lagi benerin mukena kok”. Aku mencoba tuk ngeles.
Ini sahabat baikku namanya Rara. Kami telah bersahabat cukup lama dan hanya sahabatku ini yang mengerti tentang aku. Selain nulis diary, aku pernah curhat ke sahabatku. Tapi dia belum tahu tentang cinta yang selama ini ku pendam pada cowok itu. Aku pun mengerti tentang Rara.
Suara iqomah berkumandang sebagai pertanda jama’ah akan segera dimulai. Kami tak menunggu lama untuk tetap di tempat. Meluruskan dan merapatkan shaf, membuka sajadah dan merapikan mukena. Aku memulai shalat dengan sekhusyuk mungkin, menghadap ke Allah ‘azza wa jalla. Lisan-lisan mulai melantunkan wirid untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Pengajian al-Qur’an mengantri di deretan kegiatan-kegiatan. Lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an terdengar di tempat manapun. Waktu telah menunjukkan pukul 06.30, aku dan teman-teman berangkat ke sekolah. Aku diamanati sebagai sekretaris dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Hafiz juga merupakan pengurus OSIS dan dia adalah ketua OSIS.
Bel telah berbunyi dan menandakan bahwa siswa-siswi MA harus memasuki kelas masing-masing dan siap mengikuti pelajaran. Sebelum memulai pelajaran, ketua kelas memandu anak-anak untuk berdo’a di dalam hati. Anak-anak membuka bukunya tapi berbeda denganku. Aku membuka buku diary dan mulai menuliskan curhatan-curhatanku pada sahabat bisuku.
Kembali ku teringat kau wahai makhluk yang mampu menghipnotisku. Membuat dunia ini indah, lebih berwarna karena ada kau yang selalu hadir dalam setiap lamunan dan dunia nyata. Menghiasi kertas kosong dengan coretan yang indah. Coretan yang takkan pernah bisa dihapus oleh apapun. Hati tak mampu berdusta. Aku ingin kau menjadi seseorang yang sangat berarti bagiku. Melindungi setiap langkahku. Langkah menuju kehidupan masa depan. Aku berharap kaulah yang akan menemaniku dalam mengarungi bahtera kehidupan yang tak mampu kubaca setiap detik yang berlalu. Mengarungi samudera yang luas dengan kapal yang terombang-ambing ombak. Ombak yang tak pernah berhenti menyerah menerpa kapal yang kutumpangi.
Aku mendengar apa yang disampaikan ustadz tentang pelajaran. Tapi untuk kesekian kalinya, aku tak bisa konsentrasi karena ku selalu memikirkannya. Cowok yang slalu menemani hariku dan menghantuiku. Selalu ada meskipun hanya maya.
Istirahat pun tiba. Seluruh pengurus Osis diharapkan kumpul di kantor Osis untuk rapat. Aku Rara bersegera untuk kesana. Kami tidak mau dicap sebagai pengurus yang telatan. Kami menyusuri koridor sekolah. Tak kudapati Hafiz yang sedari tadi telah ku cari. Tapi pencarianku tak sia-sia manakala dia berada di kantor Osis. Dia sedang sibuk mengerjakan tugasnya. Tiba-tiba ku dan Rara masuk dan membuat dia kaget.
“Eh… kamu ra, kok nggak bilang-bilang kalau mau masuk”. Sontak Hafiz
“Maaf deh, kan kami takut ganggu kamu yang sedang konsen”. Balas Rara
Melihatnya membuatku nyaman. Pelangi di kedua kelopak matanya terlihat begitu jelas. Ketampanannya membuat orang yang melihatnya tak berkedip. Dia seolah membuatku terpesona oleh sosok peringainya.
Para pengurus OSIS bermunculan dari masing-masing kelas. Mereka masuk dan rapat pun dimulai tanpa kata “ba bi bu” karena mengingat waktu yang terus berjalan. Rapat langsung dipimpin oleh Hafiz sebagai ketua OSIS. Selang beberapa lama, rapat pun selesai.
Hari-hari berlalu seperti biasa. Rapat dan rapat membuat Aura dan Hafiz semakin dekat karena Aura adalah sekretaris OSIS. Mereka bekerja sama. Pertemuannya yang terlalu sering membuat keduannya memiliki rasa yang tak kuasa untuk dibendung.
“Aura… tahukah kau apa yang aku rasakan saat ini?”. Suara Hafiz mengagetkan Aura.
“Apa maksud kamu Hafiz?”. Balas Aura.
“Aku ingin kamu…”. Sambung Hafiz.
“Apa…? aku tidak faham”. Jawab Aura.
“Aku nyaman di dekat kamu Aura”. Kata Hafiz dengan jujur.
“Maksudnya?”. Sontak Aura dengan nada tinggi.
“Aku mencintaimu Aura. Maukah kau jadi pacarku?”. Tembak Hafiz.
Dengan pelan Aura mengangguk. Meski dengan anggukan pelan, itu membuat Hafiz bahagia tiada ujung. Anggukan yang bermakna kepastian.
Terima kasih ya Allah… engkau telah mengabulkan do’a-do’a yang selama ini ku panjatkan. Aku akan menjaga cinta yang telah engkau berikan. Menjaga kasih yang selama ini kuidam-idamkan. Aku merasa hari ini adalah hari yang tak kan pernah terlupakan. Awal sejarahku bersamanya. Menjalin kisah cinta bersama orang yang kucinta. Aku berharap cinta ini berujung di pelaminan dan menjadi awal dan akhir perjalanan cintaku. Menjadi imam dalam keluargaku. Terima kasih banyak ya Allah… atas karuniaMu aku bertemu dengannya.
Cerpen Karangan: Irva Azlina